Selasa, 21 September 2021

Muntilan - Betlehem "van Java", Magnet Dua Kota Beda Budaya

                         

                                Kolese Franciscus Xaverius (SMAPL) Van Lith (Ist)

Kota Muntilan mendapat label "Betlehem van Java", sejatinya bagi orang yang berdomisili di Kota Muntilan sendiri, mungkin istilah itu sangat asing. Mereka tidak familier dengan nama Betlehem, kota tempat kelahiran Yesus  Sang Juruselamat. Apalagi kota kecamatan kecil berada di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini, mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Kentalnya entitas Islam dapat diindikasikan dari kehadiran pondok pesantren yang jumlahnya mencapai 11 buah, berbanding terbalik dengan jumlah sekolah berbendera Katolik yang tidak lebih dari jumlah jari satu tangan manusia terdiri   dari jenjang Taman kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).
    Misionaris Franciscus Georgius Josephus Van Lith atau oleh para muridnya dipanggil Romo Van Lith sengaja memilih Kota Muntilan yang masih perkampungan, bukan Kota Semarang atau Yogyakarta yang lebih modern pada waktu itu. Berada di pinggiran kota Muntilan, tepatnya Desa Semampir bersebelahan dengan Desa Pepe, Dia mendirikan sekolah desa dan bangunan gereja kecil.  
    Bangunan sekolah tepat di tepi kali Lamat, diperuntukkan bagi anak Jawa dari mana pun dan dari agama apa pun. Romo Van Lith jatuh hati dengan Kota Muntilan bukan tanpa alasan, banyak hal kota yang dulu masih perkampungan berada di lereng Gunung Merapi, gunung api aktif. Daerah itu pasti tanahnya subur sangat cocok untuk pertanian, peternakan, dan perikanan karena dukungan ketersediaan air melimpah.
    Kalau direka-reka di Betlehem tanahnya juga sangat subur dan ketersediaan air sangat melimpah bahkan menjadi penyuplai kebutuhan air penduduk Kota Yerusalem. Kota Betlehem yang jaraknya 10 Km dari Yerusalem terkenal karena budidaya pertanian Almond dan Zaitun. Kota Muntilan yang jaraknya sekitar 25 Km dari Kota Yogyakarta sangat terkenal dengan budidaya pertanian Salak Pondoh, penghasil sayur-mayur, dan perikanan. Di Dusun Semampir, tepat dibelakang kompleks sekolah ini ada perikanan yang sangat terkenal yang dikelola oleh Pemda setempat.  
    Perbedaannya Kota Betlehem  merupakan kota lama yang sudah sangat terkenal karena menjadi tempat kelahiran dan penobatan Raja Israel, Raja Daud. Kota ini juga sudah lama dikenal mempunyai daya tarik keindahan alam dan bangunan-bangunannya termasuk gereja tempat kelahiran Yesus. Itu semua tidak dapat dilepaskan dari perjuangan Santa Helena, Ibu dari Raja Konstantinus Agung yang sangat getol membangun Betlehem sebagai  tujuan wisata ziarah dunia.
    Mungkin terinspirasi dari situ, maka Romo Van Lith ketika  membabtis para katekumen pertamanya bukan di Gereja Santo Antonius di Kota Muntilan, tetapi justru memilih di bawah Pohon Sonokeling di daerah Kalibawang, Kulon Progo yang kemudian lambat laun tumbuh menjadi tujuan ziarah (wisata religi) Gua Maria Sendangsono. Romo Van Lith juga sangat yakin, institusi  pendidikan yang dia rintis dan tonggak kelahiran baru murid-muridnya dari masyarakat pribumi tulen yang mengikuti Yesus, akan secara berkelanjutan meneruskan tongkat estafet perjuangannya.  
    Itu telah dibuktikan oleh  murid-murid Romo Van Lith yang dalam bahasa Jawa diistilahkan "nderek njembaraken Keraton Dalem" (meluaskan Kerajaan Tuhan). Dianalogikan kelahiran Yesus di Kota Betlehem mengubah dunia dengan hukum cinta-kasih sebagai keutamaanya. Di Muntilan Romo Van Lith mengimplementasikan cinta kasih Tuhan Yesus dalam mendampingi murid-muridnya di Kolese Franciscus Xaverius yang kini SMA PL Van Lith Berasrama. Kredo dalam dada murid-murid Romo Van Lith akan selalu bersikap  proaktif memposisikan dirinya menjadi garam dan terang dunia dimanapun tempat mereka berada.
    Mengutip dari Wikipedia, Romo Van Lith mulai  mendirikan Normaalschool pada tahun 1900 dengan jumlah murid 107 orang dan sebanyak 32 orang diantaranya bukan beragama Katolik. Tahap berikutnya karena melihat adanya kebutuhan guru untuk dipersiapkan mengajar anak-anak  pribumi maka didirikan sekolah guru berbahasa Belanda (Kweekschool) pada tahun 1904 dan berlanjut pendidikan guru-guru kepala pada tahun 1906. Kehadiran gereja kecil Gereja Santo Antonius  dan beberapa gedung sekolah di  desa Semampir kemudian diberi nama Kolese Franciscus Xaverius.  
    Perjuangan Romo Van Lith  mengentaskan kebodohan warga pribumi melalui pendidikan yang dirintisnya, terus berkembang. Beberapa muridnya setelah menye lesaikan pendidikan di Kolese Franciscus Xaverius ingin menjadi Imam. Maka pada tahun 1911 Romo Van Lith mendirikan sekolah seminari yang khusus untuk mempersiapkan calon pastor. 
    Dari seminari ini kemudian melahirkan salah satu orang  Imam pribumi yang kemudian menjadi Uskup pribumi pertama di Keuskupan Agung Semarang yakni: Mgr. Soegija pranata, S.J. Bahkan pada tahun 1908 hasil kerja keras Romo Van Lith  menginspirasi hadirnya Sekolah Asrama Perempuan Mendut yang khusus menampung anak-anak perempuan hingga tahun 1948, berlokasi tidak jauh dari  Candi Mendut, di tepi Kali Elo.    
    Sebagai seorang Imam dan Gembala,  Romo Van Lith tidak pernah meninggalkan tugas penggembalaan untuk mencari domba-domba baru atau mereka yang tersesat. Sebagai gembala di tengah-tengah masyarakat Jawa, Romo Van Lith dibantu oleh seorang "katekis" bernama Kyai Sadrach (1835 - 1924). Persahabatan sejati seorang gembala dengan domba-dombanya, menambah banyak wawasan  Romo Van Lith tentang orang Jawa.  
    Bahkan Romo Van Lith berani mengubah paradigma pendekatan kepada masyarakat Jawa yang dianggap  telah mempunyai peradaban dan budaya yang tinggi. Seorang Bule Tulen asal Negeri Kincir Angin Belanda mengambil pilihan kontroversial pada waktu itu, dengan  menyelaraskan ajaran agama Katolik Roma dengan tradisi dan budaya Jawa. Buahnya pada 14 Desember 1904 Romo  Van Lith membaptis 171 orang desa dari daerah Kalibawang, Kulon Progo.  
    Peristiwa ini dipandang sebagai lahirnya Gereja di tanah Jawa, dimana 171 orang menjadi pribumi pertama yang mengikuti ajaran Yesus dengan memeluk agama Katolik. Dari tempat ini juga kemudian menyebar ke berbagai pelosok di Pulau Jawa, sehingga dalam perkembangannya kemudian di Jawa Tengah dan Jawa Timur, agama Katolik merupakan sebuah agama yang memiliki pengaruh di antara orang Jawa dan Tionghoa-Indonesia.  
    Paus Yohanes Paulus II dalam lawatannya di Kota Yogyakarta tanggal 10 Oktober 1989, mengatakan: "Hari ini saya berada di jantung Pulau Jawa untuk secara khusus menge nang mereka yang telah meletakkan dasar bagi umat-Nya, yaitu Romo Van Lith SJ dan dua muridnya, Mgr. Albertus Soegijapranata dan J Kasimo". Murid-murid Romo Van Lith lainnya  hingga sekarang   masih berkarya, mereka  adalah  yang mengenyam pendidikan calon guru (SPG) hingga tahun 1990an. Jadi usia mereka sekitar 50 an, rata-rata  sudah diujung akhir masa pengabdiannya (pensiun) sebagai guru maupun profesi lain.  
    Mereka harus menyiapkan calon-calon penggantinya. Sesuai dengan semboyan yang selalu digaungkan, "nyalakan, kobarkan api Van Lith di seluruh nusantara" mereka tersebar di berbagai pelosok tanah air untuk selalu menyalakan dan mengobarkan nila-nailai cinta kasih yang diwarisi oleh Romo Van Lith. Si bungsu anak-anak millenial SMA PL Van Lith mempunyai tanggung-jawab yang sama, untuk selalu menyalakan dan mengobarkan api Van Lith dengan cara-cara kekinian serba elektronik, digital, dan perangkat teknologi mutahir untuk semakin membumikan warta kabar gembira, "njembareken Keraton Dalem". 5u7o.





 

Muntilan - Betlehem "van Java", Magnet Dua Kota Beda Budaya

                                                                       Kolese Franciscus Xaverius (SMAPL) Van Lith (Ist) Kota Muntilan mend...